dapurkuliner – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digalakkan pemerintah daerah Aceh Selatan mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari tokoh masyarakat sekaligus pengamat pendidikan, T. Sukandi, yang menilai bahwa skema MBG dengan alokasi Rp15 ribu per anak per hari masih belum efektif. Ia menegaskan bahwa tujuan mulia program ini tidak akan tercapai jika perencanaan dan implementasinya tidak diperbaiki secara serius.
- Latar Belakang Program MBG
 Pemerintah Aceh Selatan meluncurkan program MBG sebagai upaya untuk meningkatkan asupan gizi bagi siswa sekolah dasar dan menengah. Anggaran yang dialokasikan ditetapkan Rp15 ribu per porsi, mencakup makanan pokok, lauk, sayur, dan buah. Harapannya, program ini mampu menekan angka stunting serta meningkatkan konsentrasi belajar siswa di sekolah. Namun, dalam praktiknya, muncul keraguan apakah nilai anggaran tersebut cukup untuk menyediakan makanan bergizi sesuai standar.
- Kritik T. Sukandi terhadap Efektivitas
 Menurut T. Sukandi, besaran Rp15 ribu tidak sebanding dengan kebutuhan riil anak-anak untuk memenuhi gizi seimbang. Ia menilai bahwa porsi dengan nominal tersebut rentan hanya menghasilkan makanan seadanya, bahkan berpotensi menurunkan kualitas jika tidak diawasi ketat. Sukandi menekankan bahwa jika program ini dibiarkan berjalan tanpa evaluasi, hasilnya hanya akan seremonial dan tidak memberi dampak nyata bagi kesehatan siswa.
- Kendala Implementasi di Lapangan
 Selain soal anggaran, Sukandi juga menyoroti kendala teknis di lapangan. Distribusi bahan makanan sering kali tidak merata, menu yang disajikan cenderung monoton, dan pengawasan gizi kurang maksimal. Bahkan, ada laporan bahwa sebagian sekolah hanya menyediakan makanan sederhana yang jauh dari kategori bergizi. Hal ini, menurutnya, menandakan perlunya sistem manajemen yang lebih rapi agar program benar-benar tepat sasaran.
- Respons Pemerintah Daerah
 Pemerintah Aceh Selatan membantah jika disebut program MBG gagal. Mereka mengklaim bahwa Rp15 ribu cukup jika dikelola dengan baik, apalagi bahan pangan lokal bisa dimanfaatkan untuk menekan biaya. Pihak dinas terkait menambahkan bahwa program ini masih dalam tahap penyesuaian, sehingga wajar jika terdapat sejumlah kekurangan di awal pelaksanaan. Meski demikian, pemerintah daerah berkomitmen untuk melakukan evaluasi berkala demi meningkatkan kualitas MBG.
- Harapan dan Usulan Perbaikan
 T. Sukandi mendorong agar pemerintah tidak sekadar berpatokan pada nominal, tetapi juga memperhatikan kandungan gizi dan keberagaman menu. Ia menyarankan adanya pelibatan ahli gizi di setiap sekolah, kerja sama dengan UMKM pangan sehat, serta peningkatan transparansi penggunaan anggaran. Dengan langkah perbaikan tersebut, program MBG bisa lebih tepat sasaran dan benar-benar mendukung tumbuh kembang anak di Aceh Selatan.
Kontroversi soal efektivitas MBG ini menunjukkan bahwa program sosial berbasis anggaran publik harus dirancang dengan matang. Masyarakat berharap, kritik yang muncul bisa menjadi masukan konstruktif untuk pemerintah daerah agar tidak hanya mengejar target angka, tetapi benar-benar menghasilkan generasi yang sehat dan cerdas.


