
Kuliner legendaris zaman kolonial, eksis sampai kini abadi
admin
- 0
Sejarah kuliner Indonesia, tak lepas dari pengaruh zaman kolonial yang membentuk tradisi, cita rasa, dan resep turun-temurun, memperkaya masakan nusantara. Berbagai hidangan khas yang masih eksis hingga kini merupakan warisan dari percampuran budaya yang terjadi selama masa penjajahan. Baik itu pengaruh dari Belanda, Portugis, maupun bangsa lainnya yang pernah singgah di Nusantara, semuanya meninggalkan jejak dalam cita rasa makanan yang kita kenal saat ini.
Jejak Kuliner Kolonial di Indonesia
Pada masa kolonial, masyarakat Indonesia mulai mengenal berbagai teknik memasak baru serta bahan makanan yang sebelumnya belum populer. Misalnya, penggunaan mentega, susu, dan daging sapi dalam berbagai olahan masakan yang sebelumnya tidak umum bagi masyarakat Nusantara. Pengaruh kuliner Eropa ini akhirnya berpadu dengan bumbu rempah khas Indonesia, menciptakan hidangan-hidangan yang unik dan tetap bertahan hingga kini.
Beberapa contoh makanan peninggalan kolonial yang tetap populer hingga saat ini di antaranya adalah Rijsttafel, Klappertaart, Selat Solo, dan Lapis Legit. Hidangan-hidangan ini tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga menjadi bagian dari identitas kuliner yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.
Rijsttafel: Warisan Belanda yang Menjadi Tradisi

Rijsttafel adalah hidangan yang diperkenalkan oleh Belanda saat mereka menjajah Indonesia. Istilah Rijsttafel sendiri berarti “meja nasi” dalam bahasa Belanda, dan konsepnya adalah menyajikan berbagai hidangan dalam satu waktu dengan porsi kecil yang beragam. Biasanya, Rijsttafel terdiri dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk seperti rendang, sate, sambal goreng, dan sayur lodeh.
Hingga kini, konsep Rijsttafel masih bisa ditemukan di beberapa restoran yang mengusung konsep makanan khas kolonial. Beberapa tempat di Jakarta, Bandung, dan Semarang masih menyajikan Rijsttafel dengan cara autentik, menghadirkan suasana nostalgia akan masa lalu yang kaya akan sejarah.
Klappertaart: Kelezatan Khas Manado dengan Sentuhan Eropa

Klappertaart adalah salah satu warisan kolonial Belanda yang masih bertahan di Indonesia, khususnya di Manado. Kue ini terbuat dari campuran kelapa muda, susu, mentega, dan telur yang kemudian dipanggang hingga matang. Cita rasa manis dan lembutnya membuat Klappertaart menjadi hidangan yang digemari oleh berbagai kalangan.
Selain versi panggang, ada juga Klappertaart versi dingin yang lebih mirip puding. Kedua jenis Klappertaart ini sering disajikan dalam acara-acara khusus, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari kuliner khas Sulawesi Utara.
Selat Solo: Perpaduan Kuliner Jawa dan Eropa

Selat Solo merupakan contoh nyata bagaimana kuliner kolonial berpadu dengan budaya lokal. Hidangan ini memiliki kemiripan dengan steak ala Eropa, tetapi dengan sentuhan khas Jawa. Daging sapi yang digunakan dimasak dengan bumbu kecap, bawang putih, dan cuka sehingga menghasilkan rasa manis, asam, dan gurih yang khas.
Selain daging sapi, Selat Solo juga disajikan dengan kentang goreng, wortel rebus, buncis, dan telur pindang. Penyajiannya yang unik menjadikan hidangan ini sebagai favorit di kalangan masyarakat Solo dan sekitarnya.
Lapis Legit: Kue Berlapis Penuh Sejarah

Lapis Legit adalah salah satu kue khas Indonesia yang memiliki akar dari budaya kolonial Belanda. Kue ini dikenal dengan teksturnya yang berlapis-lapis dan cita rasanya yang kaya akan rempah. Dalam pembuatannya, Lapis Legit menggunakan banyak kuning telur, mentega, dan gula, sehingga menghasilkan rasa yang lembut dan legit di setiap gigitan.
Meskipun proses pembuatannya membutuhkan waktu dan ketelatenan, Lapis Legit tetap menjadi favorit dalam berbagai perayaan, seperti Imlek, Natal, dan hari raya lainnya. Hingga kini, kue ini masih eksis di berbagai toko kue legendaris di Indonesia.
Eksistensi Kuliner Kolonial di Era Modern
Di era modern ini, banyak restoran dan kafe yang tetap mempertahankan kuliner peninggalan kolonial. Beberapa bahkan melakukan inovasi dengan menyesuaikan resep klasik agar lebih sesuai dengan selera masyarakat saat ini. Misalnya, Lapis Legit kini hadir dengan berbagai varian rasa seperti cokelat, keju, dan pandan untuk menyesuaikan tren kuliner masa kini.
Selain itu, konsep Rijsttafel yang dulu identik dengan jamuan resmi kini diadaptasi menjadi konsep makan bersama yang lebih kasual. Hal ini membuktikan bahwa kuliner kolonial masih memiliki tempat di hati masyarakat Indonesia.
Keberlanjutan Kuliner Legendaris
Seiring dengan berkembangnya industri kuliner di Indonesia, tantangan utama dalam mempertahankan makanan khas kolonial adalah menjaga autentisitas rasa dan resepnya. Beberapa restoran berusaha mempertahankan resep asli yang diwariskan secara turun-temurun, sementara yang lain mengadaptasinya agar tetap relevan dengan selera modern.
Banyak juga komunitas pecinta kuliner yang aktif dalam melestarikan makanan khas kolonial melalui berbagai acara dan festival kuliner. Melalui kegiatan ini, generasi muda bisa lebih mengenal dan mencintai warisan kuliner yang telah ada sejak zaman kolonial.
Kuliner legendaris zaman kolonial tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga tetap eksis hingga saat ini. Berbagai hidangan seperti Rijsttafel, Klappertaart, Selat Solo, dan Lapis Legit masih terus dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Keberadaannya yang terus lestari membuktikan bahwa makanan tidak hanya soal rasa, tetapi juga memiliki nilai budaya yang kuat.
Di tengah perkembangan dunia kuliner yang semakin pesat, menjaga keberlanjutan kuliner legendaris ini menjadi tanggung jawab bersama. Baik melalui restoran, festival kuliner, maupun dapur kuliner rumahan, warisan rasa dari masa lalu tetap bisa dinikmati oleh generasi sekarang dan mendatang.